HTML5 Powered with CSS3 / Styling, and SemanticsLevel Double-A conformance, 
          W3C WAI Web Content Accessibility Guidelines 2.0

Kepaniteraan Pidana

Indeks Artikel

Kepaniteraan Pidana

Berikut Ini adalah Informasi mengenai kepaniteraan pidana.


 Tabel Layanan Kepaniteraan Pidana

Checklist Kelengkapan Berkas Kepaniteraan Pidana (Unduh Cheklist)

No. Jenis Layanan
1 Penerimaan pelimpahan berkas perkara pidana biasa, singkat, cepat dan ringan/lalu lintas dari Penuntut Umum/Penyidik;
2 Pendaftaran permohonan praperadilan;
3 Penerimaan permohonan perlawanan, banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi;
4 Penerimaan memori/kontra memori perlawanan, banding, kasasi dan peninjauan kembali;
5 Penerimaan permohonan pencabutan perlawanan, banding, kasasi dan peninjauan kembali;
6 Penerimaan permohonan izin/persetujuan penggeladahan;
7 Penerimaan permohonan izin/persetujuan penyitaan;
8 Penerimaan permohonan izin/persetujuan pemusnahan barang bukti dan atau pelelangan barang bukti;
9 Penerimaan permohonan perpanjangan penahanan;
10 Penerimaan permohonan pembantaran;
11 Penerimaan permohonan izin besuk;
12 Layanan-layanan lain yang berhubungan dengan proses dan informasi penyelesaian perkara pidana;

 


 Prosedur Penerimaan Perkara Pidana Biasa

MEJA PERTAMA

  • Menerima berkas perkara pidana, lengkap dengan surat dakwaannya dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut. Terhadap perkara yang terdakwanya ditahan dan masa tahanan hampir berakhir, petugas segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan.
  • Berkas perkara dimaksud di atas meliputi pula barang¬-barang bukti yang akan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, baik yang sudah dilampirkan dalam berkas perkara maupun yang kemudian diajukan ke depan persidangan. Barang-barang bukti tersebut didaftarkan dalam register barang bukti.
  • Bagian penerimaan perkara memeriksa kelengkapan berkas. Kelengkapan dan kekurangan berkas dimaksud diberitahukan kepada Panitera Muda Pidana.
  • Dalam hal berkas perkara dimaksud belum lengkap, Panitera Muda Pidana meminta kepada Kejaksaan untuk melengkapi berkas dimaksud sebelum diregister.
  • Pendaftaran perkara pidana biasa dalam register induk, dilaksanakan dengan mencatat nomor perkara sesuai dengan urutan dalam buku register tersebut.
  • Pendaftaran perkara pidana singkat, dilakukan setelah Hakim melaksanakan sidang pertama.
  • Pendaftaran perkara tindak pidana ringan dan lalu lintas dilakukan setelah perkara itu diputus oleh pengadilan.
  • Petugas buku register harus mencatat dengan cermat dalam register terkait, semua kegiatan yang berkenaan dengan perkara dan pelaksanaan putusan ke dalam register induk yang bersangkutan.
  • Pelaksanaan tugas pada Meja Pertama, dilakukan oleh Panitera Muda Pidana dan berada langsung dibawah koordinasi Panitera.

MEJA KEDUA

  • Menerima pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi/ remisi.
  • Menerima dan memberikan tanda terima atas:
    • Memori banding;
    • Kontra memori banding;
    • Memori kasasi;
    • Kontra memori kasasi;
    • Alasan peninjauan kembali;
    • Jawaban/tanggapan peninjauan kembali;
    • Permohonan grasi/remisi;
    • Penangguhan pelaksanaan putusan.

Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 1-2.

 


  Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Biasa

  1. Penunjukan hakim atau majelis hakim dilakukan oleh KPN setelah Panitera mencatatnya di dalam buku register perkara seterus¬nya diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menetapkan Hakim/ Majelis yang menyidangkan perkara tersebut.

  2. Ketua Pengadilan Negeri dapat mendelegasikan pembagian perkara kepada Wakil Ketua terutama pada Pengadilan Negeri yang jumlah perkaranya banyak.

  3. Pembagian perkara kepada Majelis/ Hakim secara merata dan terhadap perkara yang menarik pehatian masyarakat, Ketua Majelisnya KPN sendiri atau majelis khusus.

  4. Sebelum berkas diajukan ke muka persidangan, Ketua Majelis dan anggotanya mempelajari terlebih dahulu berkas perkara.

  5. Sebelum perkara disidangkan, Majelis terlebih dahulu mempelajari berkas perkara, untuk mengetahui apakah surat dakwaan telah memenuhi-syarat formil dan materil.

  6. Syarat formil: nama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, tempat tinggal, pekerjaan terdakwa, jenis kelamin, kebangsaan dan agama.

  7. Syarat-syarat materiil:

    1. Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti);

    2. Perbuatan yang didakwakan harus jelas di¬rumuskan unsur-unsurnya;

    3. Hal-hal yang menyertai perbuatan-perbuatan pidana itu yang dapat menimbulkan masalah yang memberatkan dan meringankan.

  8. Mengenai butir a dan b merupakan syarat mutlak, apabila syarat-syarat tersebut tidak ter¬penuhi dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan (pasal 143 ayat 3 KUHAP).

  9. Dalam hal Pengadilan berpendapat bahwa perkara menjadi kewenangan pengadilan lain maka berkas perkara dikembalikan dengan penetapan dan dalam tempo 2 X 24 jam, dikirim kepada Jaksa Penuntut Umum dengan perintah agar diajukan ke Pengadilan yang berwenang (pasal 148 KUHAP).

  10. Jaksa Penuntut Umum selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari dapat mengajukan perlawanan terhadap penetapan tersebut dan dalam waktu 7 (tujuh) hari Pengadilan Negeri wajib mengirimkan perlawanan tersebut ke Pengadilan Tinggi (pasal 149 ayat 1 butir d KUHAP).

  11. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip persidangan diantaranya pemeriksaan terbuka untuk umum, hadirnya terdakwa dalam persidangan dan pemeriksaan secara langsung dengan lisan.

  12. Terdakwa yang tidak hadir pada sidang karena surat panggilan belum siap, persidangan ditunda pada hari dan tanggal berikutnya.

  13. Ketidakhadiran terdakwa pada sidang tanpa alasan yang sah, sikap yang diambil:

    1. sidang ditunda pada hari dan tanggal berikutnya;

    2. memerintahkan Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa;

    3. jika panggilan kedua, terdakwa tidak hadir lagi tanpa alasan yang sah, memerintahkan Penuntut Umum memanggil terdakwa sekali lagi;

    4. jika terdakwa tidak hadir lagi, maka memerintahkan Penuntut Umum untuk menghadirkan terdakwa pada sidang berikutnya secara paksa.

  14. Keberatan diperiksa dan diputus sesuai dengan ketentuan KUHAP.

  15. Perkara yang terdakwanya ditahan dan diajukan permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan, maka dalam hal dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut harus atas musyawarah Majelis Hakim.

  16. Dalam hal permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan dikabulkan, penetapan ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Hakim Anggota.

  17. Penahanan terhadap terdakwa dilakukan berdasar alasan sesuai Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) KUHAP, dalam waktu sesuai Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 KUHAP.

  18. Penahanan dilakukan dengan mengeluarkan surat perintah penahanan yang berbentuk penetapan.

  19. Penangguhan penahanan dilakukan sesuai Pasal 31 KUHAP.

  20. Dikeluarkannya terdakwa dari tahanan dilakukan sesuai Pasal 26 ayat (3) dan Pasal 190 huruf b.

  21. Hakim yang berhalangan mengikuti sidang, maka KPN menunjuk Hakim lain sebagai penggantinya.

  22. Kewajiban Panitera Pengganti yang mendampingi Majelis Hakim untuk mencatat seluruh kejadian dalam persidangan.

  23. Berita Acara Persidangan mencatat segala kejadian disidang yang berhubungan dengan pemeriksaan perkara, memuat hal penting tentang keterangan saksi dan keterangan terdakwa, dan catatan khusus yang dianggap sangat penting.

  24. Berita Acara Persidangan ditandatangani Ketua Majelis dan Panitera Pengganti, sebelum sidang berikutnya dilaksanakan.

  25. Berita Acara Persidangan dibuat dengan rapih, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip-ex jika terdapat kesalahan tulisan.

  26. Ketua Majelis Hakim/ Hakim yang ditunjuk bertanggung jawab atas ketepatan batas waktu minutasi.

  27. Segera setelah putusan diucapkan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti menandatangani putusan.

  28. Segera setelah putusan diucapkan pengadilan memberi¬kan petikan putusan kepada terdakwa atau Penasihat Hukumnya dan Penuntut Umum.

Sumber:
1.Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, halaman 26-28.
2.“Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 136-138. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.


 Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Singkat

 

  1. Berdasarkan pasal 203 KUHAP maka yang diartikan dengan perkara acara singkat adalah perkara pidana yang menurut Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.

  2. Pengajuan perkara pidana dengan acara singkat oleh Penuntut Umum dapat dilakukan pada hari¬-hari persidangan tertentu yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

  3. Pada hari yang telah ditetapkan tersebut penuntut umum langsung membawa dan melimpahkan perkara singkat kemuka Pengadilan.

  4. Ketua Pengadilan Negeri sebelum menentukan hari persidangan dengan acara singkat, sebaiknya mengadakan koordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri setempat dan supaya berkas perkara dengan acara singkat diajukan tiga hari sebelum hari persidangan.

  5. Penunjukan Majelis/ Hakim dan hari persidangan disesuaikan dengan keadaan di daerah masing-masing.

  6. Pengembalian berkas perkara kepada kejaksaan atas alasan formal atau berkas perkara tidak lengkap. 

  7. Pengembalian berkas perkara dilakukan sebelum perkara diregister.

  8. Cara pengembalian kepada kejaksaan dilakukan secara langsung pada saat sidang di pengadilan tanpa prosedur adminstrasi.

  9. Dalam acara singkat, setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis serta menanyakan identitas terdakwa kemudian Penuntut Umum diperintahkan untuk menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara lisan, dan hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Sidang sebagai pengganti surat dakwaan (pasal 203 ayat 3 KUHAP).

  10. Tentang pendaftaran perkara pidana dengan acara singkat, didaftar di Panitera Muda Pidana setelah Hakim memulai pemeriksaan perkara.

  11. Apabila pada hari persidangan yang ditentukan terdakwa dan atau saksi-saksi tidak hadir, maka berkas dikembalikan kepada Penuntut Umum secara langsung tanpa penetapan, sebaiknya dengan buku pengantar (ekspedisi).

  12. Hakim dalam sidang dapat memerintahkan kepada penuntut umum mengadakan pemeriksaan tambahan untuk menyempurnakan pemeriksaan penyidikan jika hakim berpendapat pemeriksaan penyidikan masih kurang lengkap.

  13. Perintah pemeriksaan tambahan dituangkan dalam surat penetapan.

  14. Pemeriksaan tambahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari, sejak penyidik menerima surat penetapan pemeriksaan tambahan.

  15. Jika hakim belum menerima hasil pemeriksaan tambahan dalam waktu tersebut, maka hakim segera mengeluarkan penetapan yang memerintahkan supaya perkara diajukan dengan acara biasa.

  16. Pemeriksaan dialihkan ke pemeriksaan acara cepat dengan tata cara sesuai Pasal 203 ayat (3) huruf b KUHAP.

  17. Untuk kepentingan persidangan Hakim menunda persidangan paling lama 7 hari.

  18. Putusan perkara pidana singkat tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam Berita Acara Sidang.

  19. BAP dibuat dengan rapi, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip ex jika terdapat kesalahan tulisan diperbaiki dengan renvoi.

  20. Ketua Majelis Hakim/ Hakim yang ditunjuk bertanggung- jawab atas ketepatan batas waktu minutasi.

  21. Paling lambat sebulan setelah pembacaan putusan, berkas perkara sudah diminutasi.

  22. Hakim memberikan surat yang memuat amar putusan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya, dan penuntut umum.

Sumber diolah dari:

  1. Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 28-29.
  2. “Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 138-140. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.

  Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Cepat

 

  1. TINDAK PIDANA RINGAN:

    1. Pengadilan menentukan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.

    2. Hari tersebut diberitahukan Pengadilan kepada Penyidik supaya dapat mengetahui dan  mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan.

    3. Pelimpahan perkara tindak pidana ringan, dilakukan Penyidik tanpa melalui aparat Penuntut Umum.

    4. Penyidik mengambil alih wewenang aparat Penuntut Umum.

    5. Dalam tempo 3 (tiga) hari Penyidik menghadapkan segala sesuatu yang diperlukan ke sidang, terhitung sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat Penyidik.

    6. Jika terdakwa tidak hadir, Hakim dapat menyerahkan putusan tanpa hadirnya terdakwa;

    7. Setelah Pengadilan menerima perkara dengan Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan, Hakim yang bertugas memerintahkan Panitera untuk mencatat dalam buku register.

    8. Pemeriksaan perkara dengan Hakim tunggal.

    9. Pemeriksaan perkara tidak dibuat BAP, karena Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik sekaligus dianggap dan dijadikan BAP Pengadilan.

    10. BAP Pengadilan dibuat, jika ternyata hasil pemeriksaan sidang Pengadilan terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat Penyidik.

    11. Putusan dalam pemeriksaan perkara tindak pidana ringan tidak dibuat secara khusus dan tidak dicatat/ disatukan dalam BAP. Putusannya cutup berupa bentuk catatan yang berisi amar-putusan yang disiapkan/dikirim oleh Penyidik.

    12. Catatan tersebut ditanda tangani oleh Hakim.

    13. Catatan tersebut juga dicatat dalam buku register.

    14. Pencatatan dalam buku register ditandatangani oleh Hakim dan Panitera sidang.

  2. PERKARA PELANGGARAN LALULINTAS JALAN

    1. Catatan pemeriksaan yang dibuat Penyidik, memuat dakwaan dan pemberitahuan diserahkan kepada Pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama.

    2. Panitera dalam pemeriksaan sidang tidak perlu membuat berita acara. Putusan adalah berupa catatan Hakim dalam formulir tilang dan Panitera Pengganti melapor pada  petugas register untuk mencatat dalam buku register.

    3. Pada hari dan tanggal yang ditentukan dalam pembe¬ritahuan pemeriksaan terdakwa atau wakilnya tidak datang di sidang Pengadilan pemeriksaan perkara tidak ditunda tetapi dilanjutkan.

    4. Dalam hal putusan diucapkan diluar hadirnya terdakwa, Panitera segera menyampaikan surat amar putusan kepada terdakwa melalui Penyidik.

    5. Penyidik mengembalikan surat amar putusan yang telah diberitahukan itu kepada Panitera.

    6. Panitera meneliti apakah dalam surat amar putusan terdapat tanggal serta tanda tangan terpidana.

    7. Tenggang waktu mengajukan perlawanan 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan putusan kepada terpidana.

    8. Panitera memberitahukan kepada Penyidik tentang adanya pengajuan perlawanan dari terpidana.

    9. Pemberitahuan disusul dengan Penetapan Hakim tentang hari sidang untuk memeriksa kembali perkara yang bersangkutan.

    10. Pengembalian barang sitaan/ bukti segera setelah putusan dijatuhkan dan setelah yang bersangkutan memenuhi amar putusan.

Sumber: “Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 140-142. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.

 


Prosedur Perkara Pidana Banding

 

  1. Meja 2 membuat :

    1. Akta permohonan pikir-pikir bagi terdakwa.

    2. Akta permintaan banding.

    3. Akta terlambat mengajukan permintaan banding.

    4. Akta pencabutan banding.

  2. Permintaan banding yang diajukan, dicatat dalam register induk perkara pidana dan register banding oleh masing-masing petugas register.

  3. Permintaan banding diajukan selambat-¬lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan, atau 7 (tujuh) hari setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir dalam pengucapan putusan.

  4. Permintaan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut di atas tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat Surat Keterangan Panitera bahwa permintaan banding telah lewat tenggang waktu dan harus dilampirkan dalam berkas perkara.

  5. Dalam hal pemohon tidak datang menghadap, hal ini harus dicatat oleh Panitera dengan disertai alasannya dan catatan tersebut harus dilampirkan dalam berkas perkara.

  6. Panitera wajib memberitahukan permintaan banding dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

  7. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding dicatat dalam register dan salinan memori serta kontra memori disampaikan kepada pihak yang lain, dengan relaas pemberitahuan.

  8. Dalam hal pemohon belum mengajukan memori banding sedangkan berkas perkara telah dikirimkan ke Pengadilan Tinggi, pemohon dapat mengajukannya langsung ke Pengadilan Tinggi, sedangkan salinannya disampaikan ke Pengadilan Negeri untuk disampaikan kepada pihak lain.

  9. Selama 7 (tujuh) hari sebelum pengiriman berkas perkara kepada Pengadilan Tinggi, pemohon wajib diberi kesempatan untuk mempelajari berkas perkara tersebut di Pengadilan Negeri.

  10. Jika kesempatan mempelajari berkas diminta oleh pemohon dilakukan di Pengadilan Tinggi, maka pemohon harus mengajukan secara tegas dan tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri.

  11. Berkas perkara banding berupa bundel A dan bundel B dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari sejak permintaan banding diajukan sesuai dengan pasal 236 ayat 1 KUHAP, harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi.

  12. Selama perkara banding belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, permohonan banding dapat dicabut sewaktu-waktu, untuk itu Panitera membuat Akta pencabutan banding yang ditandatangani oleh Panitera, pihak yang mencabut dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri. Akta tersebut dikirim ke Pengadilan Tinggi.

  13. Salinan putusan Pengadilan Tinggi yang telah diterima oleh Pengadilan Negeri, harus diberitahukan kepada terdakwa dan penuntut umum dengan membuat Akta Pemberitahuan Putusan.

  14. Petugas register harus mencatat semua kegiatan yang berkenaan dengan perkara banding, dan pelaksanaan putusan ke dalam buku register terkait.

  15. Pelaksanaan tugas pada Meja Kedua, dilakukan oleh Panitera Muda Pidana dan berada langsung dibawah koordinasi Panitera.


Sumber:
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 3-5.
 

 


  Prosedur Perkara Pidana Kasasi

 

  1. Permohonan kasasi diajukan oleh pemohon kepada Panitera selambat-Iambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sesudah putusan Pengadilan diberitahukan kepada terdakwa/ Penuntut Umum dan selanjutnya dibuatkan akta permohonan kasasi oleh Panitera.

  2. Permohonan kasasi yang melewati tenggang waktu tersebut, tidak dapat diterima, selanjutnya Panitera membuat Akta Terlambat Mengajukan Permohonan Kasasi yang diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri.

  3. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan kasasi diajukan, pemohon kasasi harus sudah menyerahkan memori kasasi dan tambahan memori kasasi (jika ada). Untuk itu petugas membuat Akta tanda terima memori/ tambahan memori.

  4. Dalam hal pemohon kasasi adalah terdakwa yang kurang memahami hukum, Panitera pada waktu menerima permohonan kasasi wajib menanyakan apakah alasan ia mengajukan permohonan tersebut dan untuk itu Panitera membuatkan memori kasasinya.

  5. Panitera memberitahukan tembusan memori kasasi/ kasasi kepada pihak lain, untuk itu petugas membuat tanda terima.

  6. Termohon Kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi, untuk itu Panitera memberikan Surat Tanda Terima.

  7. Dalam hal pemohon kasasi tidak menyerahkan memori kasasi dan atau terlambat menyerahkan memori kasasi, untuk itu Panitera membuat akta.

  8. Apabila pemohon tidak menyerahkan dan atau terlambat menyerahkan memori kasasi, berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung, untuk itu Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Surat Keterangan yang disampaikan kepada pemohon kasasi dan Mahkamah Agung (SEMA No.7 Tahun 2005).

  9. Terhadap perkara pidana yang diancam pidana paling lama 1 (satu) tahun dan/ atau denda, putusan praperadilan tidak dapat diajukan kasasi.

  10. Permohonan kasasi yang telah memenuhi syarat formal selambat-Iambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tenggang waktu mengajukan memori kasasi berakhir, berkas perkara kasasi harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung.

  11. Dalam hal permohonan kasasi diajukan sedangkan terdakwa masih dalam tahanan, Pengadilan Negeri paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya permohonan kasasi tersebut segera melaporkan kepada Mahkamah Agung melalui surat atau dengan sarana-sarana elektronik.

  12. Selama perkara kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat dicabut oleh pemohon. Dalam hal pencabutan dilakukan oleh kuasa hukum terdakwa, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari terdakwa.

  13. Atas pencabutan tersebut, Panitera membuat akta pencabutan kasasi yang ditandatangani oleh Panitera, pihak yang mencabut dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri. Selanjutnya akta tersebut dikirim ke Mahkamah Agung.

  14. Untuk perkara kasasi yang terdakwanya ditahan, Panitera Pengadilan Negeri wajib melampirkan penetapan penahanan dimaksud dalam berkas perkara.

  15. Dalam hal perkara telah diputus oleh Mahkamah Agung, salinan putusan dikirim kepada Pengadilan Negeri untuk diberitahukan kepada terdakwa dan Penuntut Umum, yang untuk itu Panitera membuat akta pemberitahuan putusan. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung, segera dikirim ke Mahkamah Agung.

  16. Petugas buku register harus mencatat dengan cermat dalam register terkait semua kegiatan yang berkenaan dengan perkara kasasi dan pelaksanaan putusan.


Sumber: - Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 5-8.
 

 


 Prosedur Peninjauan Kembali 

 

  1. Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang merupakan putusan pemidanaan, terpidana. atau ahli warisnya dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, dan dapat dikuasakan kepada Penasihat Hukumnya.

  2. Permohonan Peninjauan Kembali diajukan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama dengan menyebutkan secara jelas alasannya.

  3. Permohonan Peninjauan Kembali tidak dibatasi jangka waktu.

  4. Petugas menerima berkas perkara pidana permohonan Peninjauan Kembali, lengkap dengan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut, dan memberikan tanda terima.

  5. Permohonan Peninjauan Kembali dari terpidana atau ahli warisnya atau Penasihat Hukumnya beserta alasan¬-alasannya, diterima oleh Panitera dan ditulis dalam suatu surat keterangan yang ditandatangani oleh Panitera dan pemohon.

  6. Dalam hal terpidana selaku pemohon Peninjauan Kembali kurang memahami hukum, Panitera wajib menanyakan dan mencatat alasan-alasan secara jelas dengan membuatkan Surat Permohonan Peninjauan Kembali.

  7. Dalam hal Pengadilan Negeri menerima permohonan Peninjauan Kembali, wajib memberitahukan permintaan permohonan Peninjauan Kembali tersebut kepada Penuntut Umum.

  8. Dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan Peninjauan Kembali diterima Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan menunjuk Majelis Hakim yang tidak memeriksa perkara semula, untuk memeriksa dan memberikan pendapat apakah alasan permohonan Peninjauan Kembali telah sesuai dengan ketentuan Undang-undang.

  9. Dalam pemeriksaan tersebut, terpidana atau ahli warisnya dapat didampingi oleh Penasehat Hukum dan Jaksa yang dalam hal ini bukan dalam kapasitasnya sebagai Penuntut Umum ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.

  10. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali diajukan oleh terpidana yang sedang menjalani pidananya, Hakim menerbitkan penetapan yang memerintahkan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan dimana terpidana menjalani pidana untuk menghadirkan terpidana ke persidangan Pengadilan Negeri.

  11. Panitera wajib membuat Berita Acara Pemeriksaan Peninjauan Kembali yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, pemohon dan Panitera. Berdasarkan berita acara pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera.

  12. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan putusan.

  13. Permohonan Peninjauan Kembali yang terpidananya berada di luar wilayah Pengadilan yang telah memutus dalam tingkat pertama:

    1. Diajukan kepada Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama;

    2. Hakim dari Pengadilan yang memutus dalam tingkat pertama dengan penetapan dapat meminta bantuan pemeriksaan, kepada Pengadilan Negeri tempat pemohon Peninjauan Kembali berada;

    3. Berita Acara pemeriksaan dikirim ke Pengadilan yang meminta bantuan pemeriksaan;

    4. Berita Acara Pendapat dibuat oleh Pengadilan yang telah memutus pada tingkat pertama;

  14. Dalam pemeriksaan persidangan dapat diajukan surat¬-surat dan saksi-saksi yang sebelumnya tidak pernah diajukan pada persidangan Pengadilan di tingkat pertama.

  15. Dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, setelah pemeriksaan persidangan selesai, Panitera harus segera mengirimkan berkas perkara tersebut ke Mahkamah Agung. Tembusan surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan Jaksa.

  16. Dalam hal suatu perkara yang dimintakan Peninjauan Kembali adalah putusan Pengadilan Banding, maka tembusan surat pengantar tersebut harus dilampiri tembusan Berita Acara Pemeriksaan serta Berita Acara pendapat dan disampaikan kepada Pengadilan Banding yang bersangkutan.

  17. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung yang telah disahkan oleh Panitera dikirimkan ke Mahkamah Agung.

  18. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali saja (pasal 268 ayat 3 KUHAP).


Sumber:
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 8-11.

 

 

 

Barcode Layanan

Hasil Survei